Artikel Tokoh Islam :
SYURAIH AL-QADHI
Jumat, 26 Maret 10
Dia adalah seorang ahli fikih pada zaman Umayyah, Syuraih bin Al-Harits bin Qais Al-Kindi, hakim Kufah.
Ada yang mengatakan bahwa dia seorang sahabat, tetapi itu tidak benar, walaupun dia termasuk orang yang masuk Islam pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia pindah dari Yaman pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan dia orang yang sedikit meremehkan hadits.
Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, dia berkata, “Umar pernah menulis surat kepada Syuraih, ‘Jika kamu menemui perkara dalam kitab Allah maka putuskanlah dengannya, dan jika kamu tidak menemuinya dalam Al-Qur’an maka putuskanlah dengan Sunnah Nabi, dan jika kamu tidak menemukan dalam keduanya maka putuskanlah dengan petunjuk para imam, dan jika kamu tidak juga menemuinya maka kamu boleh memilih; berijtihad dengan pendapatmu atau mengikuti perintahku, dan aku tidak melihat bahwa jika kamu menunggu perintahku maka itu lebh selamat bagimu’.”
Diriwayatkan dari Muhamad, bahwa aku berkata kepada Syuraih, “Dari mana kamu?” dia menjawab, “Dari orang yang diberi nikmat oleh Allah dengan agama Islam dan kelahiranku di Kindah.”
Diriwayatkan dari Hubairah bin Yaryim, bahwa suatu ketika Ali mengumpulkan orang-orang di lapangan, lalu ia berkata, “Aku akan meninggalkan kalian, maka berkumpullah dilapangan.” Mereka kemudian bertanya kepadanya hingga habislah pertanyaan yang ada pada mereka dan tidak tersisa disitu kecuali Syuraih. Kemudian Syuraih berlutut seraya bertanya kepada Ali, maka Ali berkata kepadanya, “Pergilah, karena kamu Qadhi yang hebat di Arab.”
Diriwayatkan dari Amir, dia berkata, “Telah datang seorang perempuan kepada Ali radhiallahu ‘anhu yang bermusuhan dengan suaminya dan suaminya menceraikannya. Dia berkata, ‘Aku telah mengalami haid tiga kali dalam dua bulan (dalam riwayat yang lain ‘satu bulan’ dan inilah yang shahih. pen)’. Kemudian Ali berkata kepada Syuraih, ‘Putuskan perkara keduanya’. Syuraih berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, bagaimana aku akan memutuskan sedangkan anda ada di sini?’ Ali radhiallahu ‘anhu berkata, ‘Putuskan perkara keduanya’. Syuraih berkata, ‘Jika ada diantara keluarganya yang agamanya baik dan terpercaya mengatakan bahwa dia telah haid tiga kali dan suci tiga kali dalam dua bulan, lalu mengerjakan shalat, maka boleh baginya (atas pengakuannya tersebut, pen). Namun jika tidak, maka tidak boleh (dalam riwayat yang lain ‘berarti dia adalah berdusta’, pen)’. Ali radhiallahu ‘anhu berkata, ‘Qalun’.”
Kata qalun adalah bahasa Romawi yang berarti ‘Kamu benar’.
Ibnu Sirin berkata, “Syuraih pernah berkata kepada dua orang saksi, ‘Kalian telah memberikan keputusan kepada orang ini, dan aku sangat berhati-hati kepada kalian, maka berhati-hatilah kalian berdua’.”
Diriwayatkan dari Syuraih, dia berkata, “Jauhilah pemberian gelar yang dusta.”
Manshur berkata, “Ketika Syuraih berihram, dia nampak seperti seekor ular yang tuli.”
Diriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata, “Seorang laki-laki mengaku dihadapan Syuraih, kemudian dia pergi dan mengingkari, maka Syuraih berkata, Sungguh, perbuatanmu itu telah disaksikan oleh keponakanmu dari ibumu’.”
Abu Ishaq Asy-Syabi’I berkata, “Tampak luka di ibu jari Syuraih, maka Abu Ishaq bertanya, ‘Tidaklah kamu membawanya kepada tabib?’ Syuraih menjawab, ‘Justru tabib itu yang menjadikannya luka’.”
Syuraih berkata, “Ketika aku tertimpa musibah, aku memuji-Nya karenua musibah itu sebanyak empat kali, yaitu: memuji karena aku tidak mendapatkan sesuatu yang lebih berat darinya, memujikarena Dia telah memberiku kesabaran atas musibah itu, memuji karena aku diberi rezeki untuk senantiasa membaca ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un’ dengan berharap aku mendapatkan pahala, dan memuji karena musibah itu tidak menimpa agamaku.”
Mughirah berkata, “Syuraih mempunyai sebuah rumah yang ditempati sendirian pada setiap hari Jum’at dan orang-orang tidak tahu apa yang dikerjakannya.”
Dan Syuraih rahimahullah wafat pada tahun 78 Hijriyah, dalam usia 108 tahun.
Sumber : Ringkasan Syiar A’lam An-Nubala’ I/756-758, edisi terjemah, cet. Pustaka Azzam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan