KAKI PINCANGKU INGIN MENJEJAK SURGA
Rabu, 21 Juli 10
Satu tahun Badar berlalu, orang-orang Quraisy Makkah berangkat ke Uhud, mereka mengumpulkan segala kekuatan untuk sebuah perang balas dendam dan penumpahan amarah terhadap kaum muslimin atas kekalahan mereka di Badar, Quraisy menyiapkan tekadnya, mengasah kebenciannya, memompa semangat balas dendamnya dan mengunus senjatanya, mereka bergerak maju ke Uhud ingin mematikan Islam di kandangnya.
Seorang laki-laki berumur, kakinya pincang, pincangnya sangat kentara, dengan empat orang anak laki-laki yang masih muda dan mereka berperang bersama Nabi saw, kaum muslimin mempersiapkan diri menyonsong serangan Quraisy, laki-laki tua ini pun hendak berangkat bersama mereka, maka anak-anaknya berkata kepadanya, “Ayah, sesungguhnya Allah telah memberimu keringanan, duduklah, biarkan kami yang mewakilimu, Allah telah meletakkan kewajiban jihad atasmu.”
Laki-laki ini sadar apa yang dikatakan anak-anaknya bukan sesuatu yang salah, namun impian syahadah dalam hatinya yang terus berkobar tidak bisa menenrima kata-kata mereka, dia datang kepada Nabi saw, dia berkata, “Ya Rasulullah, anak-anakku mencegahku untuk berjihad bersamamu, demi Allah sesungguhnya aku berharap meraih syahadah di jalanNya, aku ingin kakiku yang pincang ini menjejak surga.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Allah telah meletakkan kewajiban jihad atasmu.”
Nabi saw juga bersabda kepada anak-anaknya, “Tidak ada dosa atas kalian jika kalian membiarkannya berjihad semoga Allah melimpahkan syahadah kepadanya.” Hindun istrinya berkata, “Aku melihatnya mengambil tamengnya dan dia berkata, ‘Ya Allah, janganlah Engkau menolakku.”
Laki-laki pincang ini mengidam-idamkan syahadah dari dalam lubuk hatinya, dia tidak berharap bisa pulang dengan selamat dan meraih harta rampasan perang, dia mengetahui bahwa harta rampasan perang yang tidak patut disia-siakan adalah keberuntungan merengkuh syahadah di jalan Allah dan selanjutnya kekekalan di surga ar-Rahman.
Dalam perang Uhud ini Rasulullah saw bersabda, “Bangkitlah kalian ke surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang beriman.” Maka laki-laki pincang itu bangkit dan berkata, “Demi Allah, aku akan melompat dengan kaki ini di surga.” Maka dia berperang sehingga dia gugur.
Laki-laki tersebut adalah Amru bin al-Jamuh al-Anshari, semoga Allah meridhainya.
Dalam sebuah riwayat, dia datang kepada Rasulullah saw, dia berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku berperang di jalan Allah sehingga aku terbunuh, apakah aku akan berjalan dengan kedua kakiku dalam keadaan normal di surga?” Rasulullah saw bersabda, “Ya.” Maka dia gugur bersama keponakannya dan seorang mantan hamba sahayanya, Rasulullah saw melewatinya dan bersabda, “Seolah-olah aku melihat kepadamu berjalan dengan kakimu ini dalam keadaan sehat di surga.” Lalu Nabi saw memerintahkan ketiga orang ini dimakamkan dalam satu liang kubur.
Dari Abdullah bin Tsa’labah bin Shua’ir al-Udzri, sekutu Bani Zuhrah bahwa Rasulullah saw bersabda pada saat beliau melihat korban-korban perang Uhud, “Aku adalah saksi untuk mereka, tidak ada seseorang yang terluka di jalan Allah kecuali Allah membangkitkannya di hari Kiamat, lukanya meneteskan darah, warnanya warna darah namun baunya adalah bau minyak wangi miski.”
Beliau juga bersabda, “Lihatlah siapa di antara mereka yang paling banyak hafalan al-Qur`annya, letakkan dia mendahului kawannya di dalam kubur.” Para sahabat menguburkan dua atau tiga orang dalam satu kubur.
Ibnu Ishaq berkata dari beberapa pemuka Bani Salimah bahwa Rasulullah saw bersabda pada hari itu, manakala beliau memerintahkan agar para korban dikubur, “Lihatlah Amru bin al-Jamuh dan Abdullah bin Amru bin Haram, dua orang ini sangat akrab di dunia, kuburkan keduanya dalam satu kubur.”
Di zaman Muawiyah banjir menghancurkan kubur keduanya, maka kubur keduanya digali untuk dipindahkan dari tempatnya, ternyata keduanya tidak berubah, seolah-olah keduanya baru meninggal kemarin, salah seorang dari keduanya terluka, dia memegang lukanya dengan tangannya, dia dimakamkan dalam keadaan demikian, tangan itu dijauhkan dari lukanya kemudian tangan itu dilepas dan ternyata tangan itu kembali memegang lukanya sebagaimana sebelumnya. Rentang waktu antara perang Uhud dengan penggalian kubur keduanya adalah empat puluh enam tahun.
Demikianlah Amru yang syahid meninggalkan dunia kita ini untuk berjalan dengan kakinya di surga. Semoga Allah meridhai Amru dan para sahabat yang lain.
(Izzudin Karimi)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan