Rate This
Jika pada hari Asyura (10 Muharram), Sunni berpuasa atas perintah Nabi , ketika beliau bersabda, artinya, “Ia (puasa) ‘Asyura, menghapus dosa tahun lalu.” (HR. Muslim). Maka orang-orang Syiah menjadikan 10 Muharram untuk memperingati hari Karbala, yaitu hari terbunuhnya Al Husain bin Ali bin Abi Thalib—radhiyallahu ‘anhuma.
Mereka memperingatinya dengan meratap, melukai kepala dan badan mereka dengan senjata tajam. Bahkan balita yang masih dalam gendongan ibunya sekalipun, harus meneteskan darah demi “menyemarakkan” hari Karbala. Seperti itulah orang-orang Syiah mengekspresikan kecintaan mereka kepada Al Husain , salah seorang Ahlu Bait Rasulullah .
Tapi, jika saja mereka mau menapaktilasi sejarah, maka tentu mereka akan sadar bahwa sebenarnya, secara tidak langsung orang-orang Syiah terlibat dalam peristiwa pembunuhan Al Husain .
Orang-orang Syiah di Kufah Iraq yang tidak mau tunduk kepada pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah rutin mengirim surat kepada Al Husain . Mereka mengajaknya untuk menentang Yazid. Mereka mengirim utusan demi utusan yang membawa ratusan surat dari orang-orang yang mengaku sebagai pendukung dan pembela Ahlul Bait.
Isi surat mereka hampir sama, yaitu menyampaikan bahwa mereka tidak bergabung bersama pimpinan mereka, Nu’man bin Basyir. Mereka juga tidak mau shalat Jumat bersamanya. Dan meminta Al Husain untuk datang kepada mereka, kemudian mengusir gubernur mereka, lalu berangkat bersama-sama menuju negeri Syam menemui Yazid.
Namun, ketika Al Husain datang memenuhi panggilan mereka, dan ketika pasukan ‘Ubaidillah bin Ziyad membantai Al Husain dan 17 orang Ahlul Bait di suatu daerah yang disebut Karbala, tak seorang pun dari orang-orang Syiah itu yang membela beliau.
Kemana perginya para pengirim ratusan surat itu? Mana 12.000 orang yang katanya akan berbaiat rela mati bersama Al Husain ?
Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin Uqail, utusan Al Husain yang beliau utus dari Makkah ke Kufah. Tidak pula berperang membantu Al Husain melawan pasukan Ibnu Ziyad. Maka tak heran jika sekarang orang-orang Syiah meratap dan menyiksa diri mereka setiap 10 Muharram, sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun atas dosa-dosa para pendahulu mereka terhadap Al Husain .
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait yang gugur bersama Al Husain adalah putera Ali bin Abi Thalib lainnya; Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, dan Utsman bin Ali.
Demikian pula putera Al Hasan, Abu Bakar bin Al Hasan. Namun anehnya, ketika Anda mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syiah yang menceritakan kisah pembunuhan Al Husain , nama keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Tentu saja, agar orang tidak berkata bahwa Ali memberi nama anak-anak beliau dengan nama-nama sahabat Rasulullah ; Abu Bakar, Umar, dan ‘Utsman. Tiga nama yang paling dibenci orang-orang Syiah.
HUKUM MERATAPI JENAZAH
Terbunuhnya Al Husain tidaklah lebih besar dari dibunuhnya nabi-nabi. Kepala Nabi Yahya telah dipersembahkan kepada seorang pelacur. Nabi Zakaria pun dibunuh. Nabi Musa dan Nabi Isa—’alaihimas salam, umat mereka ingin membunuh mereka berdua. Dan beberapa orang nabi lainnya juga telah dibunuh.
Demikian pula Umar, Utsman, dan Ali terbunuh. Dan mereka jelas lebih utama dari Al Husain . Sehingga jika meratapi kematian Al Husain adalah sebuah kebaikan, tentulah terbunuhnya mereka lebih pantas untuk diratapi. Tapi apa kata Rasulullah ?
“Dua perkara yang menyerupai (perbuatan orang-orang yang) kufur di tengah manusia, yaitu: Mencela keturunan dan meratapi mayat.” (HR. Muslim).
“Bukan termasuk golongan kami orang yang memukuli pipi, merobek-robek saku dan berseru dengan seruan-seruan jahiliyah (pada waktu berduka).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan masih banyak hadits Rasulullah yang menyebutkan ancaman bagi para peratap.
Mestinya, seorang Muslim jika tertimpa musibah mengucapkan apa yang Allah perintahkan dalam firman-Nya, artinya,
“Yaitu orang-orang yang apabila mereka ditimpa musibah, mereka berkata, innaa lillahi wa innaa ilaihi roji’un.” (QS. Al Baqarah: 156).
Bukan seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang Syiah pada hari ‘Asyuro.
MANUSIA MENYIKAPI PEMBUNUHAN AL HUSAIN
Dalam menyikapi terbunuhnya Al Husain , manusia terbagi menjadi tiga kelompok:
Kelompok pertama: Mereka mengatakan bahwa membunuh Al Husain adalah sesuatu yang benar, karena beliau telah keluar dari pemerintahan yang sah dan akan memecah belah persatuan kaum Muslimin. Mereka mengutip sabda Rasulullah ,
مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ
“Barangsiapa datang kepada kalian sedang urusan kalian dipimpin oleh seorang imam dan orang itu ingin memecah belah jamaah kaum muslimin makabunuhlahdia”(HR.Muslim)
Menurut mereka Al Husain bermaksud memecah belah persatuan kaum Muslimin. Dalam hadits di atas disebutkan, ”maka bunuhlah siapa pun dia”, maka membunuh Al Husain juga dibenarkan.
Pendapat ini dikemukakan oleh an-Nashibah, yaitu sekelompok orang yang membenci Al Husain dan Ali-radhiyallahu ‘anhuma.
Kelompok kedua: Al Husain adalah imam yang wajib ditaati dan diserahkan segala urusan pemerintahan kepadanya. Inilah pendapat orang-orang Syiah.
Kelompok.
ketiga: Mereka adalah Ahlussunnah wal jama’ah, mereka berpandangan bahwa Al Husain dibunuh secara zhalim. Tapi, beliau bukanlah seorang imam (pemimpin kaum Muslimin). Dan beliau tidak dibunuh sebagai orang yang keluar dari jamaah, namun dibunuh secara zhalim dan gugur sebagai syahid. Rasulullah bersabda, “Al Hasan dan Al Husain adalah pemimpin para pemuda di surga.” (HR. Tirmidzy).
SIKAP YAZID TERHADAP TERBUNUHNYA AL HUSAIN
Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyah—rahimahullah, “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu Ziyad untuk mencegah Al Hasan menjadi penguasa negeri Iraq.”
Ketika kabar tentang terbunuhnya Al Husain sampai kepada Yazid, maka nampak terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi rumahnya.
Kaum wanita rombongan Al Husain yang ditawan oleh pasukan Ibnu Ziyad pun diperlakukan secara hormat oleh Yazid hingga mereka dipulangkan ke negeri asal mereka.
Dalam buku-buku Syiah, mereka mengangkat riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa wanita-wanita Ahlul Bait yang tertawan diperlakukan secara tidak terhormat. Mereka dibuang ke negeri Syam dan dihinakan di sana sebagai bentuk celaan kepada mereka. Semua ini adalah riwayat yang batil dan dusta. Justru sebaliknya, Bani Umayyah memuliakan Bani Hasyim.
Disebutkan pula bahwa kepala Al Husain dihadapkan kepada Yazid. Tapi riwayat ini pun tidak benar, karena kepala Al Husain masih berada di sisi Ubaidillah bin Ziyad di Kufah.
SIKAP AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH TERHADAP YAZID BIN MU’AWIYAH
Sebagian membolehkan melaknat Yazid bin Mu’awiyah, namun adapula yang melarangnya. Bagi yang membolehkan melaknatnya, perlu untuk memerhatikan tiga hal berikut:
-Mengetahui dengan jelas bahwa Yazid bin Mu’awiyah adalah orang fasiq.
-Yakin bahwa Yazid tidak pernah bertaubat dari dosa-dosanya tersebut. Jika orang kafir yang bertaubat kepada Allah diampuni, maka bagaimana lagi dengan orang fasiq?
-Tahu dengan pasti hukum melaknat pribadi tertentu, bahwa itu dibolehkan.
Tapi yang benar justru sebaliknya, melaknat sosok pribadi tertentu yang Allah dan Rasul-Nya tidak melaknatnya dilarang. Beliau bersabda ketika orang-orang melaknat Abu Jahl,
لَا تَسُبُّوا الْأَمْوَاتَ فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا
“Janganlah kalian mencela orang yang telah meninggal dunia, karena mereka telah menyerahkan apa yang telah mereka perbuat.” (HR. Bukhari).
Agama Islam tidak dibangun di atas celaan sebagaimana yang dilakukan orang-orang Syiah. Tapi dibangun di atas akhlak mulia. Maka celaan dan para pencela, tidak memiliki tempat sedikitpun dalam agama Islam. Rasulullah bersabda,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang Muslim adalah kefasiqan, dan membunuhnya adalah kekufuran.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tidak seorang pun yang mengatakan bahwa Yazid bin Muawiyah kafir. Tapi, kebanyakan orang mengatakan bahwa ia fasiq. Dan Allahlah yang Mahamengetahui.
Rasulullah pernah bersabda,
أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ
“Pasukan yang paling pertama menyerang Romawi diampuni.” (HR. Bukhari).
Dan ternyata, pasukan ini dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah. Ikut dalam pasukan itu beberapa sahabat yang mulia; Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Ibnu Abbas, dan Abu Ayyub. Penyerangan ini terjadi pada tahun 49 H.
Ibnu Katsir—rahimahullah—berkata, “Yazid telah bersalah besar dalam peristiwa Al Harrah dengan berpesan kepada pemimpin pasukannya, Muslim bin Uqbah untuk membolehkan pasukannya memanfaatkan semua harta benda, kendaraan, senjata, ataupun makanan penduduk Madinah selama tiga hari.
Demikian pula terbunuhnya sejumlah sahabat dan anak-anak mereka dalam peristiwa tersebut. Maka dalam menyikapi Yazid bin Muawiyah, kita serahkan urusannya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Adz-Dzahabi, “Kita tidak mencela Yazid, tapi tidak pula mencintainya.”
Wallahu A’laa wa A’lam
Sumber: Diringkas dari kitab Hiqbah minat-Tarikh, karya Syaikh Utsman bin Muhammad Alu Khamis at-Tamimi.
Sumber : https://wahdah.or.id
Tiada ulasan:
Catat Ulasan